Kasus korupsi dalam pengelolaan timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk telah menimbulkan kerugian bagi negara sebesar Rp 271 triliun. Bambang Hero Saharjo, seorang ahli lingkungan sekaligus akademisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), menjelaskan bahwa kasus timah selama periode 2015-2022 telah menyebabkan kerugian sebesar Rp 271 triliun. Jumlah tersebut terdiri dari kerugian lingkungan sebesar Rp 157,83 triliun, kerugian ekonomi lingkungan sebesar Rp 60,276 triliun, biaya pemulihan lingkungan sebesar Rp 5,257 triliun, dan kerugian di luar kawasan hutan sekitar sebesar Rp 47,703 triliun.
Kasus ini menjadi kasus korupsi dengan potensi kerugian negara terbesar sepanjang sejarah. Bahkan, nilai tersebut melampaui anggaran Ibu Kota Negara (IKN) yang hanya sebesar Rp 71,8 triliun. Namun, tahukah kamu? Ternyata, negara dapat mengumpulkan dana sebesar Rp 271 triliun dalam satu tahun melalui zakat.
Potensi Zakat Indonesia
Indonesia merupakan negara dengan mayoritas Muslim terbesar kedua di dunia. Menurut World Population Review, jumlah populasi Muslim Indonesia mencapai 236 juta jiwa atau setara dengan 84,35 persen dari total populasi nasional. Oleh karena itu, Indonesia memiliki potensi penghimpunan zakat yang sangat besar. Menurut Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), potensi zakat di Indonesia pada tahun 2023 mencapai Rp 327 triliun. Namun, zakat yang berhasil terealisasi hanya mencapai 10 persen atau senilai Rp 33 triliun. Angka tersebut masih dianggap jauh dari potensi zakat di Indonesia. Pada tahun ini BAZNAS menargetkan Zakat Infak Sedekah (ZIS) dapat terkumpul sebesar Rp 41 triliun.
Tantangan Pengelolaan Zakat Tahun 2024
Selain rendahnya tingkat literasi dan kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga zakat, menurut BAZNAS, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi dalam mencapai target tersebut. Tantangan-tantangan tersebut meliputi perlambatan ekonomi global, ketidakpastian ekonomi, krisis iklim, potensi bencana alam, mayoritas penyaluran dana zakat yang masih bersifat konsumtif, serta tantangan terkait dengan Sumber Daya Manusia (SDM) di lembaga pengelola zakat.
1. Krisis Iklim dan Potensi Bencana Alam

Berdasarkan laporan Global Risk Report 2023, lima dari sepuluh risiko dengan dampak keparahan terbesar dalam dua tahun ke depan berkaitan dengan lingkungan. Risiko-risiko tersebut termasuk bencana alam dan cuaca ekstrem, kegagalan dalam mitigasi perubahan iklim, insiden kerusakan lingkungan dalam skala besar, kegagalan dalam adaptasi perubahan iklim, dan krisis sumber daya alam.
Dalam konteks pengelolaan zakat, fenomena ini dapat mengganggu stabilitas baik dalam pengumpulan maupun penyaluran zakat. Bagi lembaga pengelola zakat, kondisi iklim yang buruk dapat menghambat proses pengumpulan zakat, terutama di daerah-daerah yang masih mengandalkan cara-cara tradisional. Selain itu, krisis iklim meningkatkan risiko kemiskinan yang lebih dalam bagi rumah tangga rentan miskin dan miskin akibat terganggunya mata pencaharian. Tingginya potensi bencana alam juga meningkatkan risiko kehilangan kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
2. Mayoritas Pendayagunaan Dana Zakat Bersifat Konsumtif
Zakat sering dinilai hanya sebagai pemenuhan tuntutan agama tanpa adanya tindak lanjut seperti pengawasan terhadap penggunaan dana yang diberikan. Penyaluran zakat yang dilakukan selama ini terfokus pada upaya pengentasan kemiskinan secara konsumtif, bukan produktif. Penyaluran zakat yang bersifat konsumtif dianggap tidak efektif karena zakat yang disalurkan hanya memberikan manfaat kepada sekelompok orang penerima, tanpa memberikan dampak kepada pihak lain. Padahal, zakat bukan hanya menjadi kewajiban umat Islam untuk memenuhi tuntutan agama, tetapi juga merupakan kewajiban sosial yang memberikan dampak terhadap perekonomian dan seluruh lapisan masyarakat.
3. Pergeseran Paradigma Sumber Daya Manusia (SDM) Amil
Perubahan zaman dan kebijakan menuntut agar pengelolaan zakat beradaptasi dengan paradigma yang lebih profesional. Paradigma tradisional memungkinkan aktivitas pengelolaan zakat menjadi pekerjaan sampingan, pekerjaan paruh waktu, atau dilakukan tanpa penggajian dengan kualitas dan fasilitas pengelolaan yang terbatas. Namun, paradigma modern dalam pengelolaan zakat adalah menjadikan amil sebagai profesi penuh waktu dengan tingkat kualitas yang tinggi dan mendapatkan penggajian yang layak. Sehingga setiap potensi dan kompetensi yang dimiliki dapat digunakan sepenuhnya untuk mengelola zakat secara profesional. Namun, masih ditemukan beberapa kendala dalam pergeseran paradigma amil tradisional menuju paradigma amil modern. Beberapa hambatan terbesar dalam memaksimalkan fungsi amil badan pelaksana pada BAZNAS Provinsi dan BAZNAS Kabupaten Kota di antaranya kekurangan hak amil atau dana operasional, jumlah personil badan pelaksana yang tidak ideal, badan pelaksana dengan tugas yang merangkap posisi, dan kesejahteraan badan pelaksana.
Peluang Pengelolaan Zakat Tahun 2024
Peluang pengelolaan zakat pada tahun 2024 tidak terlepas dari pencapaian yang telah diraih oleh pengelola zakat pada tahun-tahun sebelumnya. Beberapa peluang pengelolaan zakat di tahun 2024 antara lain meningkatnya solidaritas dan kolektivitas umat, transformasi digital, serta peningkatan kualitas dan kuantitas pengelola zakat.
1. Meningkatnya Solidaritas dan Kolektivitas Umat
Charities Aid Foundation (CAF) merilis laporan negara paling dermawan di dunia. Berdasarkan laporan tersebut, Indonesia menempati posisi negara paling dermawan di dunia selama enam kali berturut-turut. Hal tersebut menunjukkan solidaritas dan kolektivitas umat yang semakin baik. Selain itu, dalam tiga tahun terakhir, kesadaran berderma secara umum juga diiringi dengan peningkatan literasi zakat. Pengukuran terakhir yang dilakukan pada tahun 2022 menunjukan adanya peningkatan kategori pada komposit indeks literasi zakat, yaitu pengetahuan lanjutan tentang zakat yang semula berada pada kategori rendah menjadi kategori menengah/moderat.
2. Transformasi Digital
Digitalisasi merambah seluruh aspek kehidupan manusia termasuk pengelolaan zakat. Oleh karena itu, lembaga-lembaga zakat harus siap dengan transformasi digital. Menurut laporan Digital 2024, jumlah perangkat seluler aktif di Indonesia Mencapai 353,3 juta atau setara 126,8 persen dari total populasi nasional dan 66,5 persen telah terhubung ke jaringan internet. Dengan adanya transformasi digital, memungkinkan seluruh aspek pengelolaan zakat mulai dari perencanaan, pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan, pelaporan, dan pengendalian zakat dilakukan dalam koridor digitalisasi secara bertahap hingga menyeluruh.
3. Bertumbuhnya Kualitas dan Kuantitas Pengelola Zakat
Selama 6 tahun terakhir, jumlah Lembaga Amil Zakat (LAZ) di Indonesia terus meningkat sebesar 92,65%. Berdasarkan laporan terakhir Kemenag, jumlah LAZ tercatat sebanyak 170 lembaga. Jumlah ini masih di luar kantor perwakilan LAZ Nasional maupun LAZ Provinsi yang tersebar di masing-masing wilayah operasional mereka. Pertumbuhan ini menunjukkan tingginya semangat dan partisipasi masyarakat dalam mengoptimalisasikan potensi zakat yang ada serta tujuan yang sama dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan zakat serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pengentasan kemiskinan.
Strategi Pengelolaan Zakat 2024
Lembaga-lembaga zakat perlu menyusun strategi untuk menghadapi tantangan yang dihadapi pada tahun 2024. Menurut Nur Efendi, CEO Rumah Zakat, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merespons tantangan tersebut. Pertama, lembaga zakat harus siap menghadapi perubahan iklim dengan memperkuat program mitigasi risiko dan program kebencanaan. Kedua, lembaga zakat harus memberikan Value Proposition (VP) kepada muzaki dan calon muzaki untuk menunjukkan kelebihan dari lembaga dan program yang ditawarkan. Ketiga, meningkatkan efektivitas dan produktivitas dengan menerapkan lean management dan agile dalam pengelolaan lembaga. Selain itu, tantangan literasi dan transparansi dapat diatasi dengan mengatur kembali komunikasi kepada publik tentang bagaimana zakat dikelola oleh lembaga zakat. Transparansi dalam mengelola dana zakat sangat penting untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa, potensi zakat Indonesia memang sangat besar. Namun, kenyataannya realisasi zakat masih jauh dari potensi yang ada. Lembaga-lembaga keuangan terus berupaya untuk mencapai potensi tersebut. Namun, terdapat berbagai tantangan yang dihadapi. Diperlukan strategi agar potensi zakat benar-benar tercapai dan bisa memberikan dampak pada masyarakat, khususnya untuk pengentasan kemiskinan bagi 25,9 juta warga Indonesia.
Mahasiswa dan Ekonomi Syariah: Bukan Sekadar Teori, tapi Gaya Hidup.
Di era digital dan globalisasi seperti saat ini, kehidupan mahasiswa tidak lagi hanya sebatas kuliah,…
Krisis Tak Menyapa, Ia Menyerbu, Sudah Siapkah Kamu?
Oleh : Rumaisha Samsun Beberapa bulan terakhir, mayoritas masyarakat mendapatkan kesadaran penuh akan pentingnya edukasi…
Ngatur Duit Ala Mahasiswa: Kenalan dengan Keuangan Syariah
Oleh : Aisyah Saputri Sebagai mahasiswa pasti relate kan dengan kondisi keuangan akhir bulan yang…
Kehidupan Berkah Karena Paham Keuangan Syariah
Di waktu-waktu sulitnya ekonomi seperti saat ini, banyak orang yang risau dengan nasib finansial mereka….
Referensi
https://baznasjabar.org/news/potensi-zakat-di-indonesia-2019
https://puskas.baznas.go.id/publications/books/1857-buku-outlook-zakat-indonesia-2024
https://datareportal.com/reports/digital-2024-indonesia
https://khazanah.republika.co.id/berita/s6a27o371/zakat-outlook-2024-tahun-peluang#google_vignette
0 Komentar