Akhir-akhir ini, krisis resesi global menjadi topik yang hangat dibicarakan di berbagai platform media dan berita, terutama di Indonesia. Pada tahun 2023 kemarin yang sempat diisukan bahwa Indonesia akan terjatuh dalam krisis resesi. Namun, dengan apa yang telah kita ketahui bahwasanya ekonomi kita tidak seburuk itu. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi kita pada tahun 2023 berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh sebesar 5,05%, tidak seperti tahun 2020 yang mana kita mengalami resesi dengan PDB pada kuartal III minus 3,49%.
Dampak resesi sendiri sangat banyak dan mengakibatkan penurunan perekonomian suatu negara yang ditimpanya, akan tetapi ekonomi syariah sebenarnya memiliki peran besar sebagai sistem ketahanan yang kuat untuk mencegah terjadinya resesi dan kunci keberhasilan yang aman untuk menghadapi krisis ekonomi. Kuncinya ada pada “bunga ekonomi syariah”, apasih bunga disini? Mari kita bahas lebih dalam.
Benar bahwasanya resesi merupakan suatu kekhawatiran setiap negara di belahan bumi ini, oleh karena itu penting untuk kita mengetahui apa arti resesi itu sendiri. Resesi adalah suatu kondisi di mana terjadi penurunan aktivitas ekonomi umum secara signifikan di suatu wilayah tertentu yang ditandai dengan terkontraksinya PDB selama dua kuartal berturut-turut. Adapun resesi global adalah periode keadaan penurunan ekonomi secara berkepanjangan di seluruh dunia.
- Melihat definisi di atas kita dapat mengetahui bahwa fenomena ini sangat berdampak bagi perekonomian negara. Tapi, dampak dari resesi ekonomi itu sendiri apa saja sih?
Perlambatan ekonomi yang akan menahan sektor riil terhadap kapasitas produksi. Sehingga, akan memicu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Seperti kejadian pandemi global pada tahun 2020. - Kinerja instrumen investasi akan mengalami penurunan.
- Pelemahan daya beli masyarakat, karena masyarakat akan lebih selektif dalam penggunaan uang dan lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan primer.
- Kegiatan ekspor dan impor mengalami penurunan. Hal ini terjadi disebabkan banyaknya warga asing yang tidak mampu membeli barang akibat krisis ekonomi di negaranya.
Negara kita pernah mengalami resesi di tahun 2020. Hal ini diperkuat dengan faktor pandemi COVID-19. Menurut Amir melalui keterangan tertulisnya dalam laman dpr.go.id, kamis (5/11/2020), “pertumbuhan ekonomi memang mengalami penurunan pada kuartal-III 2020 sebagai akibat dari tekanan COVID-19”. Badan Pusat Statistik (BPS) juga mengumumkan pertumbuhan ekonomi kembali minus 3,49% pada kuartal-III 2020.
Namun, dari terpuruknya perekonomian pada masa itu. Ekonomi syariah di Indonesia justru meningkat dengan adanya bunga segar dari kegiatan ekonomi syariah. Walaupun diawal pandemi, secara umum ada sedikit pengaruh, semuanya mengalami perbaikan dan pertumbuhan diakhir tahun 2020. Bahkan pada periode juni 2020, perbankan syariah sempat mengungguli perbankan konvensional yaitu dimana aset perbankan syariah naik sebesar 1,76% sedangkan aset perbankan konvensional turun sebesar 1,4%. Pada penyaluran pembiayaan juga menurun, tetapi perbankan syariah kembali lagi mengungguli perbankan konvensional dilihat pada saat perbankan konvensional kesulitan menyalurkan kredit {pertumbuhan negatif 2,85% (Q2 2020) dan 0,34% (Q3 2020)}, perbankan syariah justru berhasil memberi pembiayaan {pertumbuhan positif 1,48% (Q2 2020) dan 1,92% (Q3 2020)}. (Kasri et al., 2021).
Melihat hal tersebut ekonomi syariah dapat bertahan di era krisis ekonomi dan menjawab pertanyaan terhadap solusi bertahan dan keluar dari dampak krisis ekonomi yaitu dengan “bunga dari ekonomi syariah”. Bunga disini bukan bunga (riba) yang kita kenal sebagai “tambahan” pada bank konvensional, melainkan buah dari ekonomi syariah itu sendiri seperti berbasis etika, keseimbangan pada segala pihak, meningkatkan kesejahteraan sosial di masyarakat, dan dampak positif dalam banyak hal lainnya.
Kunci keberhasilan bank-bank syariah menghadapi krisis resesi global tidak semata karena faktor kuatnya fondasi ekonomi yang dibangun. Terdapat prinsip-prinsip utama dalam ekonomi syariah yang tidak dimiliki ekonomi konvensional. Kelima prinsip itu antara lain kepatuhan pada aturan agama, tidak dikenakan bunga (riba) pada transaksi apapun, investasi hanya pada sektor mulia (halal), adanya pembagian risiko di antara mitra bisnis, dan pembiayaan harus didasarkan aset riil.
Sedangkan, sistem ekonomi global yaitu ekonomi konvensional menerapkan bunga (riba) pada setiap transaksinya. Riba adalah transaksi yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lainnya. Ekonomi konvensional cenderung menguntungkan satu pihak tertentu. Berbeda dengan ekonomi syariah yang mencoba memberikan kemaslahatan bersama bagi semua pihak yang terlibat transaksi. Hal ini dilihat dari larangan mendasar yang diberlakukan dalam ekonomi syariah, seperti pengharaman riba, ketidakpastian, dan spekulasi (judi). Semua larangan tersebut bertujuan untuk melindungi hak-hak semua pihak agar tidak ada yang dirugikan.
Pembiayaan konvensional biasanya berdasarkan pada janji untuk membayar yang kita kenal dengan “kredit” atau “pinjaman”, di mana aset riil peminjam tidak disertakan dalam transaksi. Dampaknya pembiayaan konvensional bisa tumbuh beberapa Langkah di depan perekonomian riil. Hal ini berakibat pada inflasi dan spekulasi harga aset yang tidak dibenarkan. Inilah yang menyebabkan ekonomi global rentan terhadap krisis.
Krisis ekonomi yang sedang melanda dunia secara global dan resesi yang menimpa beberapa bagian negara lain menjawab secara transparan rapuhnya kekuatan dari sistem ekonomi kapitalis. Munculnya sistem ekonomi syariah menjadi solusi yang tak terbantahkan dalam krisis keuangan global. Pilar-pilar prinsip yang dimiliki oleh sistem ekonomi syariah dapat mendukung dan memperkuat perekonomian. Prinsip-prinsip ekonomi syariah yang tidak dimiliki ekonomi konvensional merupakan kunci keberhasilan dalam menghadapi krisis ekonomi global maupun di negeri kita Indonesia.
Penulis: Fadhli Chaliq Delvis
0 Komentar