Dalam kehidupan sehari-hari, transaksi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang. Terlebih pada zaman berkembang pesatnya teknologi. Islam telah lebih dulu mengatur hal tersebut dalam hukum syariat Islam sebelum zaman semakin maju seperti saat ini. Namun, ternyata masih banyak sekali masyarakat yang belum mengenal transaksi dengan konsep syariah sebagaimana yang Islam ajarkan.

Pada bulan Desember 2023, fenomena pinjol masih merajalela di kalangan masyarakat. Menurut data yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tercatat sebanyak 18,07 juta orang menjadi peminjam aktif di pinjol. Salah satu penyebabnya yaitu kurangnya wawasan masyarakat terhadap transaksi dengan konsep syariah, sehingga masyarakat dengan mudahnya meminjam uang secara online demi memenuhi kebutuhan hariannya atau untuk membayar hutang. Bahkan parahnya lagi, tak sedikit dari masyarakat yang menggunakan pinjol hanya untuk meng-upgrade gaya hidup mereka. Hal ini tentu berlawanan dengan ajaran Islam, sebagaimana yang Rasulullah ﷺ ajarkan kepada ummatnya tentang pentingnya hidup sederhana dan sesuai kebutuhan sehingga tidak menimbulkan sesuatu secara berlebihan.
Perlu diketahui bahwa dana yang dipinjam secara online tersebut cair dalam waktu cepat, tentu bagi masyarakat ini adalah sebuah kemudahan bagi mereka ketika sedang dalam keadaan darurat. Pola pikir masyarakat yang menormalisasi pinjol sebagai pelarian dari kenyataan ini perlu dihempaskan, pinjol yang mereka kira sebagai sebuah kemudahan justru akan sangat menyulitkan nantinya, belum lagi jika tidak membayar tagihannya dalam tenggat waktu yang telah tertera sehingga bunga yang menjadi sanksi terus bertambah. Maka dari situlah kasus-kasus bunuh diri akibat terlilit tagihan pinjol banyak terjadi. Mengutip dari liputan6.com, tercatat sebanyak 25 orang bunuh diri di tahun 2023, dan ini merupakan jumlah tertinggi di lima tahun terakhir. Hal ini disebabkan karena mereka tak mampu membayar tagihan disertai bunga yang sudah menumpuk, alih-alih mencari pinjaman lain yang akan menambah masalah lain, maka mereka memilih untuk mengakhiri hidupnya.
Kasus-kasus seperti ini dapat dicegah dan dihindari dengan beralihnya masyarakat ke transaksi yang aman dan memberikan kepercayaan kepada para pelakunya, yaitu dengan bertransaksi secara syariah. Transaksi syariah merupakan transaksi yang akadnya berlandaskan sesuai prinsip-prinsip syariah, sehingga terhindar dari hal-hal yang merugikan kedua belah pihak. Prinsip yang dijadikan landasan dalam bertransaksi secara syariah ini ditegakkan sebagai upaya untuk menghindari kemungkinan adanya unsur riba (bunga), gharar (ketidakpastian), dan maysir (judi) dalam sebuah transaksi.
Diantara akad yang bisa diterapkan: Pertama, al-bai’ (jual-beli) yaitu akad antara penjual dan pembeli yang mengakibatkan berpindahnya kepemilikan obyek yang dipertukarkan (barang dan harga). Kedua, ijarah yaitu akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu dengan pembayaran ujrah atau upah. Ketiga, mudharabah yaitu akad kerja sama suatu usaha antara pemilik modal (shahib al-maal) yang menyediakan seluruh modal dengan pengelola (‘amil/mudharib) dan keuntungan usaha dibagi antara mereka sesuai yang disepakati dalam akad, sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
Oleh karena itu, Transaksi syariah hadir dengan berbagai manfaat bagi para pelakunya. Selain terbebas dari transaksi-transaksi yang bertentangan dengan prinsip syariah seperti riba dan gharar, bertransaksi sesuai syariah juga dapat memberikan rasa aman dan kepercayaan, serta dapat turut mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Pemahaman tentang prinsip, jenis, dan manfaat dalam bertransaksi sesuai syariah merupakan pemahaman yang sangat penting dalam bidang keuangan dan ekonomi Islam, serta merupakan konteks yang harus dipahami dan diterapkan oleh seluruh pelaku transaksi syariah. Hal ini tidak hanya bertujuan untuk menghormati nilai-nilai agama saja, tetapi juga menghasilkan transaksi yang lebih adil dan berkeadilan.

0 Komentar